ISLAM menjadi kepercayaan mayoritas di Indonesia, yang awalnya disebarkan salah satunya melalui jalur perdagangan, juga pernikahan oleh saudagar Arab dan Persia.
Bahkan di Sumatera Selatan (Sumsel), mayoritas masyarakat memeluk agama Islam.
Dimana berdasarkan naskah kuno Glumpai Bambu bahwa islamisasi pertama di Sumsel ini berasal dari Tanah Abang, Kabupaten Penungkal Abab Lematang Ilir (PALI).
Islamisasi pertama di Sumsel ini diceritakan kembali dalam Festival Sriwijaya 2023, penampilan kesenian Kabupaten PALI tentang Bumi Ayu dan Kebon Negeri Undang, di Benteng Kuto Besak (BKB), Sabtu (24/6/2023).
Pembina Penampilan Seni juga sebagai Guru Bahasa Indonesia SMKN 1 Tanah Abang, Dewi Mardaleni menjelaskan bahwa, setelah Hindu dan Budha, islamisasi pertama di Sumsel adanya di Tanah Abang, yakni di Bumi Ayu.
“Dimana saat itu disebut Negeri Kebon Undang. Kebon Undang itu tempat dahulunya orang berkumpul,” katanya.
Menceritakan Syekh Nurul Ikhwan dari Arab yang datang dengan perjalanan laut, lalu singgah dan menetap di Tanah Abang, PALI. Mereka membuat padepokan, dan di sanalah islamisasi muncul.
Lalu diteruskan oleh anaknya yang bernama Karib Muarif, lalu islamisasi menyebar ke seluruh wilayah PALI yang dulunya Muara Enim.
“Dari salinan Glumpai Bambu, ternyata awalnya di Tanah Abang, PALI, salah satu tokoh dari Kerajaan Sriwijaya salah satunya diislamkan oleh Nurul Ikhwan, tapi ini masih harus saya pelajari lagi,” katanya.
Karib Muarif ini menikah dengan keturunan Komering sehingga diberi julukan Tuan Rizal. Masyarakat setempat mengenalnya Puyang Tuan Rizal atau Puyang Karib Muarif.
“Berawal dari sanalah kemudian Islam menyebar di wilayah PALI, Muara Enim dan menyebar ke seluruh Sumsel,” katanya.
Dari pentas seni yang ditampilkan terdapat beberapa inti pesan atau hikmah yang dapat dipetik.
“Kita mengenal sejarah islamisasi itu ada di wilayah Bumi Ayu, sebagai umat Islam kita bangga,” katanya.
Pesan yang kedua jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal tidak baik dan harus teguh pendirian.
Dimana dulunya masa Kolonial Belanda ingin merobohkan benteng yang dipenuhi oleh bambu yang rimbun, lalu Belanda punya taktik meluncurkan meriam yang diisi uang logam.
“Masyarakat yang menemukan uang ini, secara tidak sadar mereka menebangi bambu itu hingga Belanda mudah memasuki benteng. Ternyata memang Belanda punya taktik apa saja dilakukan untuk menguasai wilayah Sumsel termasuk PALI,” katanya.
Kadis Kebudayaan Pariwisata PALI Novita Febriyanti ST,MT, didampingi Kabid Pariwisata, Ade Saraduma SSi mengatakan, persiapan untuk tampil di Festival Sriwijaya ini butuh satu bulan.
Mayoritas pemain adalah siswa dari SMKN 1 Tanah Abang yang masuk ke dalam Sanggar Negeri Kebon Undang, yang mana pembinanya adalah Asrowi, S.Pd Kepala SMKN 1 Tanah Abang.
“Alhamdulillah ada uang pembinaan Rp10 juta yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan bakat anak-anak sanggar untuk lebih berkembang lagi kedepannya,” katanya. (Nda)
Editor : Edi