Masyarakat pun dibuat bertanya-tanya, apakah ketidaktegasan presiden mengindikasikan adanya restu politik terkait wacana tersebut.
“Apakah presiden melakukan strategi testing the water? Di mana stop atau lanjut dari operasi ini dilihat dari reaksi publik dan konsolidasi dukungan politik,” kata Khoirul seperti dikutif dari Kompas.com, Senin (7/3/2022).
Menurut Khoirul, sikap presiden saat ini cenderung “bersayap”.
Pernyataan bahwa usul penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden bagian dari demokrasi bisa dimaknai sebagai keengganan presiden untuk bersikap tegas menindak pihak-pihak yang bermain api dalam wacana ini.
Padahal, rakyat sangat menantikan ketegasan kepala negara untuk mengakhiri polemik ini.
“Wacana penundaan pemilu ini mengindikasikan kuat semakin percaya dirinya kelompok kepentingan di lingkaran presiden yang mencoba memaksakan kondisi itu. Sayang, presiden tidak tegas menindak mereka dengan bersembunyi di balik logika awab demokrasi,” ujar Khoirul.
Lingkar Istana
Sementara, Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro berpandangan, ketidaktegasan Jokowi seolah menguatkan dugaan sejumlah pihak bahwa isu penundaan pemilu datang dari lingkar Istana Presiden.
Pernyataan Jokowi yang menyebutkan bakal tunduk dan patuh pada konstitusi, kata dia, juga tak bisa diartikan bahwa mantan gubernur DKI Jakarta itu menolak wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden.
Sebab, pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan masa jabatan presiden bisa saja diubah melalui amendemen.
“Taat dan tunduk, patuh pada konsititusi sebagaimana dikatakan oleh presiden kemarin juga dapat dibaca tidak berarti Presiden Jokowi menolak penambahan periode masa jabatan presiden,” ujar Bawono, Sabtu (5/3/2022).
“Apabila wacana itu nanti bergulir terus hingga proses amendemen konstitusi terjadi, lalu berubah periode masa jabatan di konsitusi, maka Presiden Jokowi tunduk taat juga. Jadi sikap itu multitafsir sekali,” tuturnya.
Menurut Bawono, seharusnya Jokowi bisa dengan tegas menyatakan tidak berminat menjabat hingga 3 periode, sekaligus menolak penundaan Pemilu 2024 atas dalih apa pun.
Sebab, jika tidak, bukan mustahil ke depan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden kembali bergulir bersamaan dengan isu amendemen UUD 1945
Oleh karenanya, alih-alih membuat pemakluman bahwa kemunculan isu ini bagian dari demokrasi, menurut dia, presiden seharusnya bersikap tegas pada elite partai jika memang menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
“Sikap presiden terhadap partai-partai koalisi pendukung wacana penundaan Pemilu 2024 juga akan jadi indikator penilaian publik atas ketegasan sikap presiden,” katanya.
Evaluasi total
Selain ketegasan presiden, menurut Khoirul, yang perlu diungkap selanjutnya adalah siapa saja pihak-pihak di lingkaran Istana Presiden yang berani mengorkestrasikan suara menteri, ketua umum partai, hingga ormas untuk kembali menggulirkan isu ini.
Melihat sistematisnya operasi politik ini, penundaan pemilu dikhawatirkan tak hanya sekadar wacana.
Jika dukungan politik terkonsolidasi, Khoirul yakin langkah para elite politik akan difinalisasi dengan cepat lewat mobilisasi kekuatan di DPR/MPR, sebagaimana langkah cepat legislatif merevisi sejumlah undang-undang.
Sumber : kompas.com