Male Gaze pada Berita Kekerasan Seksual

Oleh: Salsa Nur Agus Meliyani dan Isnawijayani

Mahasiswa dan Gurubesar Ilmu Komunikasi Universitas BinaDarma

Salsa
Salsa
Prof Dr Isna Wijayani. Foto: IST
Prof Dr Isna Wijayani. Foto: IST

ASPEK ilustrasi dalam pemberitaan mengenai kekerasan seksual menjadi hal yang sangat penting, karena ilustrasi menurut fungsinya dapat menggiring imajinasi pembaca dalam melihat peristiwa tersebut.

Dalam menuliskan berita kekerasan seksual, media pada umumnya mengganti foto berita dengan gambar ilustrasi. Namun setiap pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual, media seringkali kurang tepat dalam memilih gambar ilustrasi tersebut.

Dalam gambar ilustrasi tersebut, dapat diketahui makna denotasi bahwa terlihat sesosok perempuan dengan gestur menunduk dan menutupi wajah dengan kedua tangannya, berambut panjang, bertubuh kurus dan berkulit putih dengan pakaian berwarna merah muda atau pink yang terlihat sobek. Kedua tangannya terlihat sedang menutupi wajahnya.

Pada bagian lengan kanan perempuan terlihat menggunakan sebuah gelang atau aksesoris berwarna putih yang menyerupai tali. Sementara pada bagian kanan gambar tersebut terlihat siluet seorang pria dewasa seperti sedang mamandangnya dari samping.

Latar tempat yang digambarkan berada dalam sebuah ruangan dengan latar dinding yang berpola tidak beraturan menyerupai kertas dinding berwarna coklat kusam tidak beraturan menyerupai kertas dinding berwarna coklat kusam. Mereka terlihat berada di sebuah ruangan, bukan tempat terbuka.

Penggunaan warna merah muda yang terlihat mendominasi gambar tersebut membuat adanya unsur gairah dan energi yang dihasilkan. Tekstur kasar terlihat dari bagian pakaian yang dikenakan perempuan tersebut, ada banyak lipatan-lipatan pada kain pakaian yang dikenakannya, robekan pada pakaian perempuan tersebut juga memperlihatkan tekstur yang kasar.

Tulisan lainnya :   Ngopi Bareng di Pinggir Sungai, Antara Tradisi dan Potensi Ekonomi

Selain itu pada bagian rambut juga terlihat adanya tekstur yang tidak beraturan, hal ini menandakan rambut perempuan tersebut seolah berantakan karena tekanan dari peristiwa yang dialaminya. Terdapat satu aksesoris berupa gelang yang melingkari bagian lengan tangan kanan perempuan yang menonjol memperlihatkan teksur kasar.

Denotasi dalam gambar ilustrasi tersebut adanya kecenderungan dalam memilih sosok yang dijadikan objek yaitu perempuan dengan digambarkan menunduk dan menutupi wajah dengan kedua tangannya. Dalam hal ini perempuan tersebut menjadi penanda bagi laki-laki seperti yang dikatakan Mulvey dalam essainya “Perempuan berdiri dalam budaya patriarki sebagai penanda (signifier) bagi diri lain laki-laki yang diikat oleh tatanan simbolik di mana laki-laki dapat mewujudkan berbagai fantasi dan obsesinya lewat perintah linguistic dengan memaksakan hal-hal tersebut pada citra bisu perempuan yang tetap terikat pada tempatnya sebagai penyandang, bukan pembuat makna” (Thornham, 2010).

Sementara pada bagian kanan gambar tersebut terlihat siluet seorang pria dewasa seperti sedang mamandangnya dari samping. Latar tempat yang digambarkan berada dalam sebuah ruangan dengan latar dinding yang berpola tidak beraturan menyerupai kertas dinding berwarna coklat kusam. Dengan hanya digambarkannya pola bayangan siluet laki-laki, silustrator ingin memfokuskan pandangan pembaca hanya kepada perempuan tersebut, selain itu sosok laki-laki digambarkan sebagai objek yang pasif karena penggambarannya tidak terlihat jelas seperti perempuan.

Tulisan lainnya :   50 Tenaga Terampil Diperkerjakan di Perusahaan Tambang

Hal ini juga yang menurut Mulvey adanya pembagian aktif/pasif dalam sebuah narasi film, sehingga citra perempuan sebagai tontonan erotis mengintrupsi aliran narasi, sementara sosok laki-laki sentral mengemukakan kisahnya dan sebagai ego ideal fantasi laki-laki mengendalikan pelbagai peristiwa, sang perempuan, dan tatapan erotis. (Thornham, 2010).

Kesimpulannya,pemilihan ilustrasi sangat berpengaruh dalam membentuk persepsi dan imajinasi pembaca terkait peristiwa tersebut. Penggambaran perempuan dengan posisi menunduk dan menutupi wajah menunjukkan posisi pasif dan korban, yang secara simbolik menguatkan citra perempuan sebagai objek dalam budaya patriarki.

Sementara itu, siluet pria yang samar sebagai figur yang mengawasi menegaskan peran laki-laki sebagai pelaku kekerasan dan tokoh pasif secara visual untuk fokus pada korban.

Warna dan tekstur yang digunakan dalam ilustrasi juga menyiratkan suasana tekanan dan trauma yang dialami korban. Hal ini menggarisbawahi pentingnya media memilih ilustrasi yang sensitif dan tidak memperkuat stereotip gender atau memperobjectifikasi korban demi menjaga etika jurnalistik dan melindungi martabat korban dalam pemberitaan kekerasan seksual. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *