SUMSELHEADLINE.COM, PALEMBANG — Di tengah Sumatera Selatan disebut sebagai lumbung beras, mirisnya beras justru menjadi pemicu utama terjadinya inflasi di Sumsel yang mencapai 4,96 persen year on year (yoy).
Sebagai penyumbang kelima produksi padi dan penyokong gabah tertinggi di Indonesia, ternyata Sumsel belum mampu menekan kenaikan harga beras atau inflasi komoditas di pasaran sesuai permintaan.
“Produksi kita tercatat 2,83 juta ton pada 2023. Kalau dikonversi dari gabah menjadi beras kita hasilkan 1.7 juta ton pertahun,” ujar PJ Gubernur Sumsel Elen Setiadi.
Namun konsumsi harian beras di Sumsel di angka 800 ribu ton yang seharusnya, pemerintah bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi ini sangat memengaruhi harga pasar yang tidak bisa mencukupi permintaan atau demand di masyarakat.
“Mestinya kita ada saving setengahnya. Tapi anomalinya ada sumber inflasi justru dari komoditi beras,” katanya. Elen mengatakan, permintaan tinggi beras di pasaran dengan jumlah produksi yang besar tidak bisa dinikmati keseluruhan oleh masyarakat, akibat nilai jual yang meningkat dipengaruhi aktivitas hilirisasi.
“Nilai yang tinggi ini karena hilirisasi komoditas di Sumsel belum merata,” katanya. (Nda)
Editor: Edi