SUMSELHEADLINE.COM, PALEMBANG — Hingga saat ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel telah mendapatkan laporan pengaduan (Lapdu) masyarakat sebanyak 1.138 Lapdu, 21 di antaranya bahkan telah naik ketahap penyidikan.
Hal itu diterangkan Kepala Kejati Sumsel Dr Yulianto, SH, MH disela-sela penyampaian rilis pengembalian aset kepada Pemprov Sumsel yang dikuasai pihak lain, Rabu (21/8/2024).
Dikatakan Yulianto, atas banyaknya laporan yang masuk itu, ia membuat satuan tugas (satgas) laporan dan pengaduan masyarakat untuk mengkaji dan menelaah terhadap laporan-laporan tersebut.
“Merekalah (satgas) yang mengkaji terhadap laporan masyarakat tersebut. Apabila memenuhi persyaratan, maka akan diinventarisir dengan urutan mana yang dilaksanakan upaya penegakan hukum terlebih dahulu,” kata Yulianto.
Ungkap Yulianto, dari 1.138 laporan yang masuk ke Kejati Sumsel tersebut, 90 persen di antaranya laporan pengaduan masyarakat itu tidak memenuhi syarat sebagaimana ketentuan.
Dari 1.138 laporan-laporan yang masuk, setidaknya ada 21 laporan yang naik ke tahap penyidikan diantaranya dua penyidikan Mega korupsi. Lebih rinci diterangkan Kajati, kasus mega korupsi yang telah naik ke tahap penyidikan di antaranya penyidikan korupsi terkait izin perkebunan di Kabupaten Musi Rawas, dengan potensi kerugian keuangan negara Rp 900 miliar.
“Serta penyidikan mega korupsi lainnya yaitu penyidikan korupsi izin pertambangan batubara dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 555 miliar,” sambung nya.
Khusus untuk penyidikan perkara itu, Kajati menyampaikan telah berkomunikasi dengan Pemprov Sumsel dalam hal ini Pj Gubernur Sumsel, agar terhadap objek penyidikan berupa lahan yang disita itu tetap bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Saya sudah diskusikan ada nggak kemampuan itu agar tetap dapat menghasilkan PAD terhadap lahan-lahan yang produktif itu, untuk meningkatkan PAD Provinsi Sumsel,” tuturnya.
Tentunya, lanjut Yulianto, penyidikan yang dilakukan terutamanya untuk kasus mega korupsi tersebut bukan hanya berbicara mengenai penegakan hukum, tapi juga mengenai manfaat besar bagi pemerintah provinsi Sumsel terutama PAD.
Hal itu, kata Yulianto, juga bermanfaat untuk mensejahterakan masyarakat di bidang perekonomian karena Provinsi Sumsel dikenal sebagai salah satu provinsi yang kaya akan potensi alamnya.
Sebelumnya, pada kesempatan itu juga Kajati Sumsel Dr Yulianto SH MH menyerahkan 2 aset kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel diantaranya berupa satu unit kendaraan Toyota Land Cruisser (LC) yang sebelumnya dikuasai Gubernur Sumsel periode 2008-2018.
Selain satu unit kendaraan, juga turut mengembalikan aset milik Pemprov Sumsel berupa tanah berikut bangunan yang ada di Jalan Seduduk Putih dengan luas 695 meter persegi dengan taksiran Rp4,4 miliar lebih.
Penyerahan sejumlah aset kepada Pemprov Sumsel tersebut merupakan langkah preventif yang dilakukan bersama dengan pihak Pemprov Sumsel pada bidang Perdata Tata Usaha Negara (Datun) melalui surat kuasa khusus (SKK).
Selain menyerahkan dua aset tersebut, saat ini Kejati Sumsel juga melakukan upaya pengamanan sejumlah aset milik negara khususnya milik Pemprov Sumsel.
Pengamanan sejumlah aset berdasarkan SKK dari Pemprov Sumsel sebagian besar berupa aset tanah dan bangunan yang tersebar tidak hanya di Provinsi Sumsel juga dibeberapa wilayah di Indonesia.
Diantaranya aset Yayasan Batanghari Sembilan di Jogjakarta, Bandung serta di Kota Palembang sendiri. Sehingga, lanjut Yulianto jika ditotalkan jumlah aset yang harus diselamatkan dan sedang dalam proses nilainya mencapai Rp284 miliar lebih.
Untuk diketahui, khusus untuk penyidikan korupsi yang dikatakan berpotensi rugikan negara Rp900 miliar terkait izin pengelolaan perkebunan di Kabupaten Musi Rawas statusnya saat ini masih dalam penyidikan dengan memanggil dan memeriksa sejumlah nama sebagai saksi.
Sementara, untuk penyidikan korupsi terkait Izin Usaha Pengelolaan (IUP) tambang Batubara Lahat yang berpotensi rugikan keuangan negara Rp555 miliar telah menetapkan sebanyak 6 orang tersangka.
Para tersangka itu diketahui bernama Endre Saifoel, Gusnadi, Budiman, Misri, Syaifullah Apriyanto dan Lepy Desmianti. (Ela)
Editor: Ferly