Chairul S Matdiah, Dari Jual Kopi Hingga Pimpinan Dewan

KUCURAN air mata tak kuasa dibendung Chairul S Matdiah selama menceritakan perjalanan hidupnya, terutama cobaan sakit yang dialaminya saat peluncuran buku biografinya.

Pada Sabtu (23/8/2025) malam, pada usia ke-61 tahun, Chairul S Matdiah meluncurkan buku berjudul ‘Jejak Penjual Kopi’. Buku setebal 336 halaman itu merupakan authorized biography atau biografi tokoh yang memainkan peran penting dalam dunia perpolitikan di Sumatera Selatan (Sumsel).

Acara peluncuran buku berlangsung di Ballroom Hotel Aryaduta Palembang. Di sana, keluarga Chairul S Matdiah dan para tamu undangan hadir memenuhi ruangan, di antaranya

Gubernur Sumsel Dr H Herman Deru, SH, MM, Wakil Gubernur Sumsel H Cik Ujang, SH, Anggota DPR RI Ir H Ishak Mekki, MM, Sekretaris Daerah (Sekda) Drs H Edward Candra, MH, dan Wakil Ketua DPRD Sumsel H M Ilyas Panji Alam, SE, SH, MM.

Terdapat para mantan Anggota DPRD Sumsel seperti H Antoni Yuzar, SH, MH, dan Dr H Budiarto Marsul, SE, MSi, juga pengacara senior Dr H Bambang Hariyanto, SH, MH. Para pejabat teras dari berbagai instansi dan lembaga, kalangan perbankan, juga sahabat-sahabat Chairul S Matdiah turut hadir di sana.

Chairul S Matdiah menjelaskan, buku ini adalah saksi perjalanan panjang yang telah melewati berbagai fase kehidupan dari seorang penjual kopi, menjadi wartawan yang memperjuangkan kebenaran, beralih menjadi pengacara yang membela keadilan, hingga menjabat sebagai Pimpinan DPRD dan anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan.

“Perjalanan ini tidak selalu lurus. Banyak jalan yang menanjak. Banyak tikungan tajam yang hampir membuat saya terhenti. Tapi satu hal yang selalu saya jaga keyakinan bahwa niat baik tidak akan pernah sia-sia,” ujar Chairul.

Tulisan lainnya :   Tiga Mobil Kecelakaan di Tol Cikampek, Sembilan Meninggal Dunia

Di dalam buku ini, tidak hanya menuliskan catatan sejarah hidup, tapi juga perasaan, luka, tawa, dan pelajaran-pelajaran penting yang saya petik selama perjalanan.

“Saya menulis untuk terutama anak-anak muda, dari keluarga kecil seperti saya dulu untuk percaya bahwa hidup bisa berubah. Bahwa tidak ada yang mustahil kalau kita berusaha, berdoa, dan tidak melupakan siapa kita sebenarnya,” katanya.

“Dalam hidup saya, ada dua hal yang menjadi pegangan utama zikir dan sedekah. Saya adalah saksi bahwa keduanya bukan hanya amalan spiritual, tapi juga obat yang menyelamatkan jiwa. Saya pernah terbaring lemah, menghadapi penyakit jantung dan menjalani proses cangkok ginjal yang panjang dan penuh risiko. Dalam kondisi seperti itu, saya sadar manusia itu tidak punya daya apa-apa tanpa pertolongan Allah. Dan dalam kesendirian dan kesakitan itu, saya menemukan kekuatan dalam mengingat-Nya (zikir) dan berbagi kepada sesama (sedekah),” sambung Chairul sambil tak kuasa menahan tangis.

Chairul menyadari dalam hidup tidak pernah berjalan sendirian. Setiap keberhasilan, setiap pencapaian yang mungkin terlihat besar di mata orang, sesungguhnya tidak mungkin terjadi tanpa kehadiran dan dukungan teman-teman seperjuangan, sahabat sejati, keluarga, dan orang-orang yang pernah berbuat baik.

“Teman seperjuangan harus diingat. Tidak boleh dilupakan. Mereka adalah bagian dari sejarah hidup kita, dari langkah kita,” katanya. Chairul juga menyampaikan pesan bahwasanya jangan pernah mencampuradukkan politik dengan kepentingan pribadi.

“Politik adalah alat perjuangan, bukan alat dagang. Politik adalah ladang pengabdian, bukan panggung kekuasaan. Jabatan adalah titipan yang akan ditanya di akhirat kelak. Mari kita jaga martabat politik, kita bersihkan niat, dan kita luruskan arah agar setiap keputusan yang kita buat benar-benar berpihak pada rakyat, bukan pada dompet dan kelompok kita sendiri,” pesan politisi Partai Demokrat itu.

Tulisan lainnya :   Mantan Honorer Pemkot Palembang Dilaporkan Menipu Rp 1,1 Miliar

Buku ini, kata Chairul, adalah warisan kecil yang diberikan untuk generasi yang akan datang. “Semoga buku ini dapat menjadi pengingat bahwa keberhasilan tidak datang dengan mudah, dan bahwa kemuliaan hidup bukan diukur dari jabatan atau harta, tapi dari seberapa besar manfaat yang bisa kita berikan untuk orang lain,” katanya.

Diketahui, buku ‘Jejak Penjual Kopi’ ditulis oleh wartawan senior Ferly Marison. Buku itu juga diharapkan bisa menjadi tuturan kisah hidup yang menghibur pembacanya dan sumber inspirasi bagi masyarakat luas.

Buku ini menceritakan masa kecil Chairul S Matdiah yang banyak dihabiskan di Desa Gajah Mati. Perjalanan hidupnya tidak mudah, karena harus berjualan kopi di bawah Jembatan Ampera. Chairul lalu menjadi wartawan Majalah Fakta Surabaya dan Kontributor RCTI, pengacara dan kini duduk sebagai wakil rakyat DPRD Sumsel.

Gubernur Sumsel Herman Deru memuji penulis yang mampu merangkai setiap kisah hidup Chairul S Matdiah menjadi buku yang menarik. “Penulis luar biasa narasinya, bisa merangkum, bukunya lengkap dan tebal, tapi tetap enak dibaca,” kata Herman Deru.

Deru memuji pertemanan dengan Chairul yang sudah terjalin selama 42 tahun. “Meski beda partai, tapi tidak bermusuhan dengan partai lain, kak Chairul mampu menjaga pertemanan dan meredam setiap gejolak, tidak pernah ada perselisian” katanya. (ferly)

Editor: Ferly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *