SUMSELHEADLINE.COM, JAKARTA –– Berita baik bagi bangsa Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus sistem ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), yang selama ini berlaku 20 persen.
Menurut majelis hakim MK, jika sistem itu dipertahankan dalam sistem pemilihan, maka pemilihan presiden bisa saja mengarah pada calon tunggal.
Putusan itu ditegaskan hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra dalam membacakan pertimbangan putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
Majelis berpendapat, ambang batas pencalonan presiden menyebabkan kecenderungan agar setiap pemilu bisa menghadirkan dua pasangan calon saja.
“Setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua pasangan calon,” katanya.
Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan Pilpres secara langsung menunjukkan bahwa dua pasangan calon akan menjebak masyarakat dalam polarisasi
Hal ini, jika tidak diantisipasi, bisa mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia. “Bahkan, jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal,” ucapnya.
Saldi menjelaskan, kecenderungan ini sudah terlihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong. Sebab itu, dia menilai Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait ambang batas pencalonan presiden ini akan menghalangi pelaksanaan pilpres yang dipilih langsung oleh rakyat.
“Jika itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” tandas Saldi, seperti dikutif dari kompas.com.
Dalam perkara itu, Ketua MK Suhartoyo mengucapkan putusan mengabulkan gugatan agar Pasal 222 UU Pemilu 7/2017 bertentangan dengan UUD NRI 1945. (edi/*)
Editor: Ferly