SUMSELHEADLINE.COM, PALEMBANG – Rencana kebijakan swastanisasi pengelolaan listrik negara PLN, lewat kedok holding dan sub-holding yang digulirkan Kementerian BUMN dan Dirut PLN, merupakan upaya oknum tertentu untuk menghilangkan kehadiran negara dalam memenuhi kebutuhan publik. Padahal, listrik termasuk kebutuhan dasar yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti yang digariskan dalam UUD 1945.
Sehubungan dengan itu, sejumlah anggota serikat pekerka PLN, konsumen, dan pelaku kelistrikan, dan DPRD Sumsel, secara tegas menolak upaya privatisasi listrik negara itu. Mereka menilai, kehadiran PLN sangat penting, karena menyangkut kebutuhan rakyat banyak, sehingga kehadiran negara adalah hal wajib.
“Saya kira kita sepakat bahwa PLN ini harus tetap menjadi hak publik dan perlu kehadiran negara. Kalau sudah diswastakan, maka orientasinya profit, semata untung,” tegas Susanto Adjis, Ketua Komisi V DPRD Sumsel saat menerima aspirasi pekerja PLN dan pencinta PLN di DPRD Sumsel, Kamis (29/12/2022).
Hadir juga pada kesempatan itu anggota DPRD Sumsel lainnya, Syaiful Padli, Alfrenzi Panggarbesi, Rita, dan Rizal Kenedi, serta Tenaga Ahli (TA) Komisi V. Sementara dari pekerja dan konsumen PLN hadir lebih kurang 40 orang, yang dipimpin Eko, koordinator aksi dan Avir sebagai koordinator lapangan.
Syaiful Padli menambahkan, DPRD Sumsel akan bersama karyawan dan konsumen PLN untuk mengawal dan menolak kebijakan yang dinilai menampikkan kehadiran negara. Bahkan, DPRD Sumsel akan membawa aspirasi rakyat Sumsel itu ke Komisi VII DPR RI yang sekarang sedang membahas rencana Menteri BUMN itu.
“Kita sepakat untuk tidak ada upaya swastanisasi PLN, karena hal itu akan merugikan rakyat. Sudah pasti nantinya harga listrik akan naik karena swasta semata orientasinya keuntungan,” tandas anggota Fraksi PKS tersebut.
Dalam penjelasannya kepada dewan, Eko, koordinator aksi, mengatakan pesan rencana menswastakan PLN itu terus terjadi. Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membatalkan kebijakan pemerintah sebelumnya. Namun kini terus mencul, dengan tahap awal lwat holding dan subholding. Rencana itu mulai dituangkan Menteri BUMN Eric Tohir lewat Keputusan No SK-352/MBU/10/2021, tentang pembentukan tim percepatan pembentukan subholding PT PLN (Persero).
Dampak awal dari tindakan holding itu, menurut peserta aksi, antara lain pembuburan PLN UIKSB, mutasi/demosi dan diskriminasi pegawai, pemberangusan, serta memicu kenaikan tarif listrik berdasarkan harga pasar. “Dan ini sudah terjadi. Ujungnya bukan hanya meresahkan karyawan, tapi juga masyarakat luas yang dibebani harga listrik yang pasti melejit,” kata Eko.
Berikut tuntutan aliansi pekerja publik dan konsumen listrik ;
- Tolak kenaikan tarif listrik sesuai tarif pasar (jika holding sub-holding PLN terjadi).
- Tolak privatisasi PLN (unbundling) sesuai putusan MK No.111/PUU-XIII/2015.
- Batalkan restrukturisasi pembentukan holding sub-holding PLN yang bertujuan untuk memudahkan privatisasi PLN.
- Batalkan legal end state holding sub-holding PLN.
- Batalkan pembubaran PLN UIKSBS (pembangkit PLN).
- Setop penyerahan aset publik (yang harus dikuasi negara) ke swasta (subholding) senilai lebih dari Rp 300 triliun.
- Setop pemaksaan dan dsikriminasi pegawai PLN dengan kedok mutasi pekerja, lewat program tugas karya.
- Setop pemberangusan (union busting) terhadap Serikat Pekerja PT PLN Indonesia.
- Setop PHK Ilegal, yang salah satunya dialami Rudi Setiawan (pegawai PLN WS2JB). (ust)
Editor : Rustam