SUMSELHEADLINE.COM—Kasus terbunuhnya seorang anggota polisi Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, terus menyita perhatian publik. Apalagi dalam keterangan polisi sebelumnya dalam kasus itu, dinilai banyak kejanggalan.
Sejumlah kenaggalan terkait kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat terus dikuliti, termasuk tim pengacara korban.
Saat kematian Brigadir J pertama kali diumumkan Polri, sopir istri Irjen Ferdy Sambo itu disebut tewas dalam baku tembak dengan ajudan Sambo lainnya, Bharada E. Baku tembak terjadi karena Brigadir J dituduh masuk ke dalam kamar istri Sambo, PC, dan melakukan pelecehan.
Namun kronologi kematian versi Polri itu dinilai janggal oleh sejumlah pihak. Kejanggalan itu mulai dari luka di tubuh Brigadir J, CCTV di rumah Sambo yang dinyatakan rusak, hingga tiga ponsel Brigadir J hilang.
Dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J pun mulai mencuat. Dugaan pembunuhan berencana diungkapkan kuasa hukum dari keluarga Brigadir J, yang melaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pihak kuasa hukum mengatakan, laporan mereka diterima polisi.
“Laporan kita sudah diterima, tadi kita melaporkan sebagaimana dijelaskan. Laporan kita soal pembunuhan berencana Pasal 340 (KUHP), kemudian ada pasal pembunuhan, ada pasal penganiayaan juncto Pasal 55 dan Pasal 56, kemudian ada soal pencurian dan soal peretasan,” ujar pengacara keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan, Senin (18/7/2022).
Dalam hal ini, pelapornya adalah Kamaruddin Simanjuntak, yang merupakan salah satu pengacara keluarga Brigadir J.
Sementara Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pada prinsipnya, semua laporan yang masuk pasti ditindaklanjuti kepolisian. “Semua laporan masyarakat tentunya akan ditindaklanjuti oleh penyidik,” ujar Dedi, seperti dikutif dari Kompas.com.
Kejanggalan tewasnya Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak mengaku heran terhadap perbedaan keterangan mengenai kematian Brigadir J dalam konferensi pers Mabes Polri. Keterangan itu disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
“Kemudian berbeda dengan fakta yang kami temukan yaitu informasi yang diberikan adalah tembak-menembak. Tetapi, yang kami temukan adalah memang betul ada luka tembakan, tapi ada juga luka sayatan,” tutur Kamaruddin.
Apakah Perlu Otopsi Ulang? Kamaruddin memaparkan, di tubuh Brigadir J, ada sejumlah bekas penganiayaan. Dia menyebutkan, ada bekas jahitan, memar, dan tembakan di tubuh Brigadir J. “Bagian bawah mata, hidung ada dua jahitan, di bibir, di leher, di bahu sebelah kanan, ada memar di perut kanan kiri. Juga ada luka tembakan, ada juga perusakan jari atau jari manis. Ada juga perusakan di kaki atau semacam sayatan-sayatan begitu,” kata dia.
Lebih jauh, Kamaruddin menduga ada dua locus delicti atau tempat kejadian perkara (TKP) di balik tewasnya Brigadir J. TKP pertama berada di antara wilayah Magelang, Jawa Tengah hingga Jakarta.
TKP kedua berada di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. “Kemungkinan besar antara Magelang dan Jakarta itu alternatif pertama. Locus delicti-nya yang kedua di rumah Kadiv Propam Polri atau rumah dinas,” kata dia.
Kamaruddin memaparkan, dugaan locus delicti pertama di Magelang, karena Brigadir J sempat masih memberi kabar kepada pihak keluarga pada Jumat (8/7/2022) pagi. Pada pukul 10.00 WIB, Brigadir J menyampaikan kepada keluarga melalui WhatsApp (WA) bahwa dirinya sedang mengawal atasannya di Magelang. Kemudian, pada pukul 17.00 WIB, saat keluarga mencoba menghubungi Brigadir J melalui pesan WA maupun telepon, Brigadir J tak merespons.
Bahkan, kata Kamaruddin, WA orangtua Brigadir J juga diblokir. Selanjutnya, Kamaruddin menduga locus delicti kedua berada di rumah dinas Irjen Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sebab, jenazah Brigadir J ditemukan di rumah Sambo, sesuai dengan hasil visum et repertum.