SUMSELHEADLIBE.COM, LUBUKLINGGAU– Kejaksaan Negeri Lubuklinggau bebaskan Edi Irawan (44), tahanan kasus penganiayaan. Pembebasan tersangka dilakukan karena penyidik mengedepankan Restorative Justice (keadilan restoratif).
“Hari ini kita melakukan Restorative justice atas nama Edi Irawan yang disangkakan melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) KUHP,” demikian diungkapkan Kajari Lubuklinggau melalui Kasipidum, Firdaus Affandi, Selasa (5/4).
Menurut Firdaus, setelah dilakukan gelar perkara baik Kajari Lubuklinggau, Kejati Sumsel maupun Kejagung, menyetujui perkara atas nama Edi Irawan untuk dilakukan penghentin penuntutan.
Beberapa pertimbangan penghentian tuntutan di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman tuntutan tidak lebih dari lima tahun.
“Selain itu antara korban dan tersangka sudah ada kesepakatan perdamaian, masyarakat juga merespon positif,” jelasnya
Restorative Justice ini dikatakan Firdaus, baru pertama kali dilakukan di Kejari Lubuklinggau. Ke depan kemungkinan akan ada Restorative Justice dalam perkara lain yang akan dilakukan.
“Ke depan kita berharap perkara-perkara yang seharusnya bisa diselesaikan secara adat tidak harus diselesaikan melalui jalur hukum,” terangnya.
Kejari Lubuklinggau sendiri telah mempersiapkan rumah Restorative Justice. “Nanti tinggal peresmiannya saja,” pungkasnya.
Peluk Istri
Sempat menyandang status tahanan Kejari Lubuklinggau, akhirnya Edi Irawan (44), warga Desa Lawang Agung, Kecamatan Muara Rupit, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) kembali menghirup udara segar.
Pembebasan dan penyerahan Edi kepada keluarganya (istri Edi) langsung dilakukan Kasipidum, Firdaus Affandi, di ruang tunggu Kejari Lubuklinggau, Selasa (5/4).
Edi yang ditahan karena kasus penganiayaan terhadap Firdaus (adik ipar Edi sendiri), tidak bisa menutupi rasa gembira dan luapan kerinduananya kepada sang istri. Begitu menerima surat pembebasan dan penyerahan dirinya, Edi langsung memeluk dan mencium sang istri.
Kepada awak media, Edi tak mampu mengungkapkan banyak kata kecuali rasa gembiranya. Terlebih waktu 3 bulan 20 hari yang dijalani Edi dalam kurungan bukanlah waktu yang sebentar.
“Ya saya gembira,” ujar Edi dengan tangan gemetar memegang secarik kertas keterangan pembebasan dirinya.
Selebihnya Edi tak mampu menjelaskan lebih banyak lagi perasaan yang kini dirasakannya.
Sementara Yuli (istri Edi), menyatakan bahwa apa yang telah terjadi terhadap suaminya hanya bisa diambil hikmahnya. “Kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini dan ke depannya, semuanya pasti ada hikmahnya,” jelas Yuli.
Dia sendiri tidak menyangka hanya karena alat pancing, suami dan adik iparnya bisa sampai terlibat perkelahian. Bahkan dari awal dirinya berharap persoalan tersebut tidak sampai ke jalur hukum dan diselesaikan secara kekeluargaan.
“Dia (korban) suami adik kandung aku, aku dak tahu kalau kemudian ipar (korban) aku melaporkan suami aku,” jelasnya.
Upaya damai telah dilakukan Yuli, namun sempat mendapat penolakan dari keluarga adik iparnya. Tapi sekarang, justru adik iparnya sendiri yang terbuka hatinya untuk berdamai. “Semuanya pasti ada hikmahnya,” katanya.